Indonesia hari ini genap berusia 79 tahun. Kendati hampir delapan dekade merdeka, banyak dari masyarakat Indonesia yang belum merasakan arti kemerdekaan, seperti terbebas dari jeratan rentenir hingga mendapatkan akses keuangan.
Di tengah keterbatasan infrastruktur dan kemampuan instansi keuangan menjangkau masyarakat yang kesulitan mendapatkan akses keuangan, banyak dari warga Indonesia yang rela berjuang demi mereka yang tertinggal.
Di wilayah-wilayah terpencil dan daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), orang-orang kecil ini berjuang membuat masyarakat sekitarnya dari jeratan rentenir hingga mengangkat pertumbuhan ekonomi wilayahnya.
Sahdi, Membebaskan Masyarakat dari Jeratan Rentenir
Sahdi adalah salah satu dari mereka yang berjuang untuk itu. Sahdi merupakan Kepala Dusun Kembang Kuning, Desa Sukadamai, Kecamatan Labangka, Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat. Wilayah tersebut berjarak 270 km dari ibu kota Mataram.
Labangka sendiri terletak di bagian selatan Pulau Sumbawa. Kota terdekat dari Dusun Kembang Kuning adalah Sumbawa Besar. Diperlukan waktu hingga delapan jam yang ditempuh dengan menggunakan kapal dan transportasi darat seperti bus untuk sampai di Sumbawa Besar.
Mata pencaharian masyarakat sekitar kebanyakan adalah petani jagung, petani kacang hijau, peternak sapi, dan nelayan.
Foto: Sahdi Sahdi |
Kepada CNBC Indonesia, Sahdi bercerita mengenai sulitnya mendapatkan akses perbankan di daerahnya, perjuangannya membebaskan masyarakat dari rentenir, memperkenalkan masyarakat kepada bank hingga mempermudah akses keuangan.
Jarak desanya ke bank terdekat mencapai 10 km. Ini adalah salah satu alasan mengapa masyarakat jarang bertransaksi ke bank. Banyaknya masyarakat yang masih buta huruf ataupun berpendidikan rendah juga menjadi persoalan tersendiri.
“Dulu masyarakat sini masih takut sama bank. Mereka gemetaran kalau dengar bank. Meminjam ke bank tidak pernah mereka bayangkan karena harus pakai jaminan. Mereka tidak tahu caranya meminjam ke bank. Pergi ke bank, mereka pikir juga kan harus rapi. Jaraknya juga jauh,” tutur Sahdi, kepada CNBC Indonesia.
Jebakan rentenir membuat petani dan peternak harus membayar bunga mencekik. Tak jarang mereka harus menjual tanah ataupun hewan ternak karena tak sanggup membayar bunga.
Jebakan rentenir membuat masyarakat sekitar sulit lepas dari garis kemiskinan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) NTB menunjukkan tingkat kemiskinan di Kabupaten Sumbawa NTB pada 2010 masih menembus 21,75% padahal rata-rata nasional hanya 13,3%.
“Dulu memang banyak rentenir. Orang minjam untuk modal usaha. Misal orang ngambil duit Rp 1 juta maka dibalikin Rp 1,7 juta. Kalau mereka ngambil tahun ini, bunganya bisa dua kali lipat. Pernah ada rumahnya yang dicabut karena gak bisa membayar,” imbuh Sahdi.
Sahdi kemudian bergerak untuk mengurangi jebakan rentenir, mulai dari membuat sertifikat jaminan hingga menjadi agen BRILink hingga dipercaya sebagai Mitra UMi.
Butuh waktu sekitar enam bulan untuk membuat masyarakat paham mengenai bank dan merasa nyaman bertransaksi di bank.
“Saya kan dituakan di desa ini. Saya sosialisasi ke masyarakat agar mereka bisa menabung di bank. Sebisa mungkin saya arahkan ke bank tapi kan banyak yang gak mau report terutama yang sudah tua dan gak bisa baca tulis. Saya tuntun mereka,” tuturnya.
Selain memungkinkan masyarakat menabung lebih mudah dan dekat, sebagai agen BRILink, Sahdi juga membantu masyarakat sekitar melakukan transaksi seperti transfer ke anak masyarakat setempat yang sekolah, membayar listrik, hingga membayar iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
“Anak mereka kan ada yang sekolah atau mondok di luar kota. Kalau dulu sebelum ada saya, mereka biasanya ke PT Pos atau titip di bus tapi sampainya kan lama 3-5 hari,” ujar Sahdi.
Rika Sasmiatun, Membuka Akses Keuangan dari Lereng Gunung Muria
Perjuangan membebaskan masyarakat dari jeratan rentenir dan membuka akses keuangan juga dilakukan Rika Sasmiatun. Rika berjuang dari Dukuh Karanganyar, Desa Jrahi, Kecamatan Gunungwungkal, Lereng Gunung Muria, Pati, Jawa Tengah.
“Bank jauh dari sini sekitar 10 km. Harus naik turun gunung karena di sini kan daerah pegunungan. Orang sini kan banyakan petani. Mereka pagi ke sawah, sore baru sampai rumah. Jadi gak sempat ke bank karena memakan waktu,” ujar Rika kepada CNBC Indonesia.
Foto: BRI Rika, agen BRI Link |
Rika menjadi agen BRILink pada 2017 dan pada awalnya dia mengaku kesulitan meyakinkan orang untuk percaya padanya. Selain itu, dia juga membuka toko ritel kecil di rumahnya.
Terlebih, banyak kasus koperasi tutup hingga bawa kabur uang masyarakat. Pengalaman tersebut membuat masyarakat sempat kurang percaya dengan instansi keuangan.
“Mereka kan petani jadi kadang-kadang ada kebutuhan mendesak sehingga mereka kadang terjerat rentenir,” imbuhnya.
Rika aktif memperkenalkan mengenai dunia perbankan termasuk regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta membimbing masyarakat untuk pelan-pelan percaya ke bank.
“Saya pelan-pelan datangi mereka. Saya harus keliling desa. Memberitahu mereka kalau bisa transfer uang, bisa bayar listrik. Kalau mau minjam gak usah ke bank tapi bisa lewat saya,” ujar Rika.