Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengungkapkan strategi pemerintah dalam mencegah terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di tahun 2025. Dia mengatakan akan menggulirkan program gerakan peningkatan produktivitas nasional.
“Kementerian Tenaga Kerja pada tahun 2025 akan menggulirkan gerakan peningkatan produktivitas nasional,” kata dia dalam acara Social Security Summit 2024, di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa, (26/11/2024).
Dia mengatakan gerakan ini digulirkan karena pemerintah menduga salah satu penyebab banyaknya PHK adalah akibat daya saing industri dan produktivitas industri di Indonesia yang masih rendah. Karena itu, kata dia, permasalahan itu membutuhkan intervensi pemerintah.
“Maka kita perlu intervensi dalam hal bagaimana caranya kita meningkatkan produktivitas industri. Saya sudah membayangkan ini PR besar,” kata dia.
Yassierli mengatakan kementeriannya masih mengumpulkan data untuk mempersiapkan pelaksanaan program ini. Namun, dia menduga pemerintah harus memperbaiki produktivitas industri hilir untuk memperkuat pondasi industri di Tanah Air.
“Saya sangat percaya, sangat yakin, banyak riset membuktikan bahwa kalau kita berangkat lebih ke hulu, maka kemudian yang hilirnya akan semakin kecil,” kata dia.
Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat terjadinya kenaikan angka PHK pada Oktober 2024. Berdasarkan data terbaru dari Kemnaker tercatat sebanyak 63.947 tenaga kerja mengalami PHK hingga Oktober 2024. Angka ini melonjak 20,67% dibandingkan periode September 2024 sebanyak 52.993.
Provinsi Jakarta menjadi wilayah dengan angka PHK terbesar, yakni 14.501 tenaga kerja. Di urutan kedua di isi oleh Jawa Tengah dengan tercatat 12.489 tenaga kerja ter-PHK.
Kemudian pada posisi ketiga di duduki wilayah Banten sebesar 10.702 tenaga kerja ter-PHK. Pada urutan ke empat di isi oleh wilayah Jawa Barat sebanyak 8.508 tenaga kerja ter-PHK. Dan pada urutan kelima terbesar di isi oleh wilayah Jawa Timur sebesar 3.694 tenaga kerja ter-PHK.
Meningkatnya PHK pada periode Oktober, salah satunya disebabkan oleh melemahnya daya beli masyarakat. Selain itu, ledakan barang impor mendorong gulung tikarnya pengusaha dalam negeri.