Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025 memunculkan tantangan baru bagi pelaku industri Fast Moving Consumer Goods (FMCG). Sektor ini, yang sangat bergantung pada daya beli masyarakat, perlu memutar otak agar tetap kompetitif tanpa memberatkan konsumen.
Direktur Utama PT Multi Medika Internasional Tbk (MMIX) Mengky Mangarek menyebut efisiensi menjadi kunci utama dalam menghadapi kenaikan tarif ini.
Adapun untuk menghindari efisiensi tenaga kerja dengan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), katanya, dia akan melakukan kajian mendalam untuk melakukan efisiensi dari segi bahan baku hingga mengganti dengan alternatif yang lebih ekonomis.
“Kita berusaha tidak sampai terjadi PHK ya, tapi kita terus terang akan tetap melakukan efisiensi. Efisiensi yang kita lakukan pasti akan melalui beberapa proses, mulai pengkajian dari bahan-bahan pokok, bahan-bahan baku, semua barang-barang yang bisa disubstitusikan akan kami substitusikan,” kata Mengky dalam Profit CNBC Indonesia, dikutip Senin (25/11/2024).
Selain men-substitusi bahan baku, kata Mengky, salah satu langkah utama yang akan diambil MMIX adalah melakukan repackaging. Dengan menyesuaikan kemasan produk, perusahaan ingin menjawab tantangan daya beli masyarakat yang melemah.
“Kita akan mengubah kemasan dari box menjadi saset, atau dari saset besar menjadi lebih kecil,” ujarnya.
Tak hanya itu, strategi promosi seperti ‘beli satu gratis satu’ juga mungkin akan diterapkan pihaknya untuk meningkatkan daya tarik konsumen.
Namun demikian, Mengky mengatakan langkah-langkah tersebut hanya akan dilakukan sebagai langkah awal karena kurang sehat untuk jangka panjang.
Mengky mengakui, perusahaan harus bersedia mengurangi margin keuntungan agar harga tetap kompetitif. Sebab menurutnya, menjadi tidak mungkin jika beban kenaikan tarif itu dibebankan seluruhnya kepada konsumen.
“Mau tidak mau kita akan turunkan margin. Kita tidak bisa bebankan 100% kepada konsumen. Jadi memang kalau kita masih ingin bertahan, kita akan turunkan margin. Tapi pertanyaannya berapa lama? Dan kita harus melihat apakah faktor pendorong ekonomi ini akan tumbuh, dalam arti daya beli masyarakat akan bertambah,” terang dia.
Meski demikian, Mengky menekankan penurunan margin perusahaan juga harus diiringi dengan inovasi produk. Misalnya, peluncuran produk edisi kecil atau travel size, seperti popok bayi dalam kemasan kecil dengan harga yang lebih terjangkau.
“Memang kita akan mengejar untuk daya beli masyarakat yang sering turun. Jadi para pelaku usaha itu harus lebih peka. Mungkin size dari benda-benda FMCG yang lain memang harus dibuat lebih kecil. Agar lebih efisien. Tapi memang tidak mengorbankan dari perilaku konsumen yang tetap ingin belanja. Ini memang strateginya harus kita pikirkan dengan inovasi atau melakukan terobosan dalam bidang rebranding atau repackaging itu,” pungkasnya.