PT Pertamina (Persero) memaparkan roadmap bisnis perusahaan di bidang bisnis biofuels dan dekarbonisasi Southeast Asia-Latin American Dialogues (SALA Dialogues), di Singapura. Paparan tersebut disampaikan langsung oleh Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati.
Pada sesi Fuelling the Future: Biofuels and the Decarbonization Journey, Nicke menjabarkan bahwa ke depan Indonesia menghadapi 4 tantangan dekarbonisasi, yaitu pertama net importir minyak, target net zero emission 2060, target menuju high-income country, dan membuka lapangan kerja. Nicke menjelaskan bahwa biofuel dan program dekarbonisasi dapat menjadi jawaban bagi tantangan tersebut.
“Indonesia melalui Pertamina telah mengimplementasikan inisiatif biodiesel sejak 2010, kini berhasil memproduksi dan memanfaatkan biodiesel B35 yang terbukti mensubtitusi impor solar. Sejak April 2019 Pertamina tidak lagi mengimpor solar dan avtur. Selain itu B35 juga mampu menurunkan emisi CO2 hingga 32,7 juta ton pada tahun 2023,” jelas Nicke dalam keterangan tertulis, Kamis (17/10/2024).
Keunggulan lainnya dari biodiesel adalah kemudahan proses blending atau proses pencampuran fossil fuel dengan biodiesel. Jika biofuel harus diproduksi di kilang dengan skala besar, untuk biodiesel blending dapat dilakukan di terminal akhir.
“Indahnya biodiesel adalah kemudahan proses blending yang dapat dilakukan di fuel terminal atau terminal akhir. Pertamina memiliki lebih dari 1000 fuel terminal di Indonesia. Ini akan mendorong pembangunan bioethanol plants yang tentunya turut meningkatkan ekonomi lokal serta menciptakan lapangan kerja,” ungkap Nicke.
Lebih lanjut Nicke menjelaskan bahwa kesuksesan implementasi biodiesel akan direplikasi untuk produk gasoline, yang diharapkan dapat menurunkan impor dan mencapai ketahanan energi nasional. Saat ini Pertamina telah memulainya dengan produk biofuel E5.
“Kita telah memulai biofuel dengan E5 di beberapa wilayah di Jawa Timur dan secara bertahap meningkatkannya,” jelas Nicke.
Nicke mengungkapkan bahwa Pertamina tidak bisa berjalan sendiri untuk melaksanakan tugas transisi energi dan inovasi berkelanjutan produk energi hijau. Artinya dibutuhkan kolaborasi dan transfer knowledge dengan mitra bisnis strategis dan negara lainnya.
Nicke juga membuka peluang untuk bekerja sama dengan negara Amerika Latin dalam pengembangan biodiesel dan biofuel.
“Untuk program bioethanol kami melihat potensi kolaborasi antara Indonesia dan Brazil. Kami ingin belajar secara holistik bagaimana Brazil berhasil mengimplementasikan bioethanol, dimulai dari proses plantation, pengembangan bioethanol plant, teknologi, cara menarik investor, juga dari sisi regulasi. Harapannya agar program bioetanol dapat mendukung capaian target net zero carbon,” tutup Nicke.
Sebagai informasi, SALA Dialogues dihadiri oleh 150 pelaku bisnis dan praktisi lintas sektor dari berbagai negara Southeast Asia dan Amerika Latin. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk membangun kolaborasi global demi mendapatkan solusi dari isu net zero carbon dan isu ketahanan pangan dunia, yang nantinya dapat mendorong terbukanya bisnis baru serta peluang investasi antar negara.